Rabu, 28 November 2012

Singapura dengan Ibu-Ibu Dharmawanita

Diketik pada 8 April 2011

Patung Singa
Tiga bulan yang lalu, saya dapet kesempatan gratis (dibayarin orang tua,haha) buat menikmati negara tetangga kita yaitu Singapura. Biasa ya?. Mungkin, anda sudah banyak yang pernah pernah pergi kesana, atau bahkan sudah berulang kali. Namun bagi saya ini adalah pengalaman pertama, apalagi ditemani oleh ibu-ibu Dharmawanita. 

"Kevin, kok tukang parkirnya udah tua-tua (60th)", tanya saya ketika bis yang kami tumpangi baru saja sampai di Universal Studio, Singapura. Dengan diawali pernyataan "good question Lodra", kemudian Kevin menjelaskan, kalau bekerja di usia senja itu memang kebijakan pemerintah Singapura. Di negara yang tidak lebih luas dari Jakarta ini, biaya hidup sangatlah tinggi jadi kalau orang-orang tua itu pada tidak bekerja, nantinya akan menyusahkan anak-anak mereka sendiri.

Ternyata benar saja apa yang dikatakan kevin. Setelah lelah bermain di Ancolnya Singapura (Universal Studio), perut saya mendadak lapar. Supaya terlihat kebule-bulean, maka saya putuskan untuk makan burger, kentang, salad dan minum soft drink. Ternyata, total harganya sampe 10 dolar / Rp.68ribu, MAHAL BANGET BOI. Memang sih itu 10 dolar karena di Universal Studio, tapi klo makan biasa sih kayak nasi lemak + minum teh, biasanya nyampe 5-6 dolar / Rp.46ribu, TERNYATA SAMA JUGA MAHALNYA BOI,haha Ya... begitulah mahalnya Singapura. Bahkan si Kevin aja ngaku belom kawin di usianya yang beranjak 33 tahun karena belom punya cukup uang. "Di sini segala-gala mahal".
Ini dia ibu-ibu dharmawanita-nya
Hari beranjak sore, Universal Studio pun tutup. Setelah hampir 12 jam di sana, kami kemudian pulang ke hotel untuk istirahat. Tidur cepat, karena besok adalah acara belanja. "HOREE!!!", itu sih klo kata ibu-ibu.

Pagi-pagi sekali, saya sudah bangun. Entahlah rasanya mubazir kalau sudah ke negeri orang, tapi hanya tidur. Saya pun memutuskan jalan-jalan bersama ibu, bukan ibu-ibu Dharmawanita yang baru saya kenal, tapi beliau adalah ibu, ibu saya sendiri atau biasa saya panggil "mamah".

Berdua kami muter-muter di jalanan Singapura. Suasananya persis di jalan Sudirman yang menuju Bundaran HI, Jakarta. Bersih, hampir gak ada sampah berserakan di jalan-jalan. Mungkin karena kalau buang sampah sembarangan di sini, dendanya lumayan mahal kali ya.

Nah, yang paling bikin saya malu tuh pas kami lagi pengen nyebrang jalan. Maklum lah biasa di Jatinangor, saya nyoba-nyoba nyembrang sembarangan. Eh gak taunya disamber sama mobil yang lewat, untung gak ada yang lecet. Yang jelas, pas saya nyebrang sembarangan, pengendara mobil itu tuh sama sekali gak ngurangin injakan gasnya. Mungkin karena dia ngerasa bener kali ya, dan saya emang salah, hihi...

Jadilah kami berdua harus nyari dulu zebra cross yang ada di perempatan jalan. Lumayan sih jalannya rada muter, trus juga gak bisa langsung nyebrang. Kami harus nunggu "traffic light" untuk pejalan kaki berubah hijau. Baru deh nyebrang. Emang beda sama budaya kita ya.

Gak terasa matahari mulai tinggi, sudah saatnya untuk bis kami datang menjemput. Acara hari ini, seperti yang telah dijadwalkan yaitu : BELANJA. Ibu-ibu Dharmawanita pun bergegas naik ke dalam bis.
 
Sampai di sebuah kawasan Mustafa (Kebanyakan orang India) yang katanya banyak toko murah. Ibu-ibu keasikan. Mereka beli kamera lah, jam tangan lah, oleh-oleh lah, banyak dah. Sementara itu saya yang bosan karena tidak beli apa-apa dan kembali ke bis duluan.
Ini Kawasan Mustafa, banyak orang India
Ternyata di dalam bis, si pak supir (55th) yg asli singapura (saya lupa namanya) setia menunggui kendaraan tunggangannya. Saya iseng-iseng aja tanya, "Pak, udah pernah ke Indonesia belom?". Doi jawab, kalau dia minimal 2 kali dalam setahun ke batam buat liburan. Wah sering juga ya. Soalnya kalau liburan di Singapura mahal. Tapi emang bener sih, kemaren aja kami pas ke Universal Studio bayar 66 dolar atau Rp450ribu/orang.

Bahkan rencananya, Pak supir ini pengen beli tanah di Indonesia. Katanya sih, buat tempat tinggal dia kalau udah pensiun nanti.
Ternyata omongan Pak supir kami ini ada hubungannya sama biaya hidup yang tinggi di Singapura. Dia mikirnya kalau udah pensiun kan gak ada pemasukan lagi, uang hidupnya cuma dari tabungan aja. Pastilah Indonesia yang bisa makan di warteg Rp.8ribu kenyang, jadi pilihan utama,haha...

Akhirnya obrolan saya dengan Pak supir harus terputus karena ibu-ibu sudah selesai berbelanja. Bis pun kemudian berjalan memenuhi hasrat ibu-ibu Dharmawanita yang masih ingin berwisata. Di tengah perjalanan saya jadi inget rumah, padahal baru 2 hari di Singapura. Obrolan dengan Pak Supir tadi menyadarkan saya kalau ternyata : sungguh enak tinggal di Indonesia.

NB: Ini tulisan pernah saya posting di yangpentingnyoba.multiply.com, hanya saja katanya mau bubar multiply-nya jadi saya pindahin deh, semoga tidak mengurangi kenikmatan para pembaca ya! (kyk banyak yg baca aja yak,hehe)...

5 komentar:

  1. wow.keren juga indonesia.jadi destinasi akhir org lanjut usia :))

    BalasHapus
  2. jadi judulnya liburan di tengah ibu-ibu lodra? ;p

    BalasHapus
  3. Bahkan si Kevin aja ngaku belom kawin di usianya yang beranjak 33 tahun karena belom punya cukup uang.

    >> wah kasian dong si Kevin :(
    alam kenal, btw :D

    BalasHapus
  4. iya sih kasian, hehe...
    mari kita do'akan...
    Salam kenal juga...

    BalasHapus
  5. Wah hidup di singapura selain paling mahal juga anomali, disaat seluruh dunia harga-harga turun disingapura justru naik. SUMBER: Perekonomian Singapura sedang sulit, tarif listrik naik 9.2% dan akan disusul kenaikan lainnya

    BalasHapus